Selasa, 01 November 2016

Miniatur Sebuah Negara Demokrasi bagi Mahasiswa USU


Pemilihan umum raya (PEMIRA) adalah sebuah pesta demokrasi yang diadakan di kalangan mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Pemilihan raya (PEMIRA) mahasiswa untuk memilih presiden dan wakil presiden di masing-masing jurusan dan fakultas di Universitas Sumatera Utara. Momen ini merupakan awal dari pendidikan politik sejak dini bagi mahasiswa dan pesta demokrasi di kampus yang menjadi tempat mengaktualisasikan diri dan potensi yang dimiliki.

Dari tahun ke tahun PEMIRA akan selalu di tunggu oleh seluruh mahasiswa yang merindukan figur seorang pemimpin,namun tidak hanya figur seorang pemimpin melainkan keberanian untuk membuktikan, melakukan, merubah semua hal-hal yang diinginkan oleh mahasiswa USU dengan kata lain harus berani mengaplikasikan seluruh aspirasi mahasiswa yang menjurus kepada kemajuan Institusi ini sendiri.

Sebelum diadakannya PEMIRA, biasanya masing-masing calon presiden dan wakil presiden melakukan kegiatan kampanye. Lalu diadakan debat capres dan cawapres dari panitia penyelenggara (KPU). Setelah masing-masing calon melakukan debat ide-ide visi dan misi akan ada masa tenang, yang merupakan keadaan dimana tidak di perbolehkan melakukan kampanye antara tanggal berakhirnya masa kampanye sampai tanggal pemungutan suara. Semua kegiatan itu merupakan pembelajaran atau praktek langsung dalam berpolitik di dalam kampus, yang secara tidak langsung dapat mejadi bekal pembelajaran politik di luar kampus.

Masa kampanye baik lisan maupun tulisan di Universitas Sumatera Utara merupakan kampanye calon presiden dan wakil presiden untuk meyakinkan para pemilih ialah mahasiswa dengan menawarkan visi, misi, dan programnya. Kampanye yang dilakukan tim sukses masing-masing calon presiden dan wakil presiden di masing-masing jurusan dan fakultan di harapkan dapat dilaksanakan dengan tertib dan damai oleh para panitia pemira.

Satu agenda yang identik dengan PEMIRA adalah “debat kandidat”, sebelum diadakanya pemilihan, panitia PEMIRA mengadakan debat capres dan cawapres. Itu merupakan ajang puluhan bahkan ratusan mahasiswa menyaksikan visi misi, tujuan mereka disana, janji-janji dan beberapa statment yang menjelaskan dengan gaya persuasif bahwa mereka yang terbaik. Para pemilih yang fanatik adalah masalah besar yang terjadi hingga saat ini baik tingkat nasional maupun kampus. Orang jawa akan milih orang jawa, orang Sumatra akan pemilih orang Sumatra, dsb. Begitu juga di dalam kampus mahasiswa yang berada misalkan di partai A akan memilik candidat dari partai A pula. Para pemilih tidak akan memilih calon dari kualitas mereka dalam memimpin, tetapi lebih kepada sekampung atau tidak, se fakultas tidak, dia teman kita tidak, dst. Efek yang ditimbulkan adalah pragmatisme, nepotisme, dan tentu saja terpilihnya pemimpin yang tidak bisa memimpin. Popularitas menjadi modal utama, bukan lagi kemampuan dalam hal memimpin.

Kandidat yang mengikuti PEMIRA mahasiswa mendapat banyak pelajaran berharga selama kegiatan tersebut berlangsung. Masa kampanye hingga pemilihan yang harus dilalui setelahnya pun merupakan miniatur setiap warna-warni kegiatan dalam pesta demokrasi. Setiap momen baik yang diwarnai dengan saling menunjukan kemampuan pribadi hingga saling mencari kesalaha rival merupakan awal dari proses pendewasaan diri dalam berpolitik.

Tim sukses kandidat pun mendapat pelajaran berharga dari pesta demokrasi mahasiswa tersebut. Kemampuan menjual dan meyakinkan objek kampanye terhadap kandidat yang didukung menjadi poin penting pendewasaan berpolitik. Positive Campaig atau kampanye yang menunjukkan kemampuan kandidat sendiri tanpa menjatuhkan kandidat lawan menjadi kampanye yang selalu dinantikan dalam PEMIRA. Proses berkampanye secara sehat yang selalu dituntut ini akan menguji kematangan seseorang dalam berpolitik sejak di kampus. PEMIRA sebagai pesta demokrasi pun dapat menjadi pembelajaran bagi setiap mahasiswa dalam sebuah kampus. Seorang mahasiswa yang tidak menjadi kandidat maupun tim sukses seorang kandidat akan belajar menentukkan kandidat mana yang dipilih. Dasar pemilihan ini yang perlu dijadikan parameter kedewasaan seseorang berpolitik. Setiap mahasiswa diajak untuk berpikir objektif dan rasional dalam memilih kandidat yang lebih kompeten.

Pembelajaran politik pun akan dialami oleh mahasiswa yang telah memiliki jabatan struktural di lembaga sebagai pelaksana, pengawas ataupun lembaga independen selama PEMIRA berlangsung. Komite bentukan selama PEMIRA seperti Komite Pengawasan, Panitia Pelaksana maupun lembaga legislatif sebagai fasilitator pelaksanaan PEMIRA dituntut untuk profesional dalam melaksanakan tugasnya. Profesionalisme kinerja komite bentukan ini penting dalam menentukan kualitas hasil dari PEMIRA tersebut.

Pendidikan politik sejak dini bagi mahasiswa dapat didapat sebanyak-banyaknya dari PEMIRA. Bukan hanya sebagai momen suksesi bagi lembaga kemahasiswaan di sebuah kampus saja, PEMIRA juga menjadi kegiatan pembuktian tegaknya demokrasi mahasiswa. Optimalisasi masing-masing peran dalam PEMIRA dapat menjadi pemicu terwujudnya good student governance di kampus Universitas Sumatera Utara.

Dalam mencari dan memilih figur seorang pemimpin yang di cari, mahasiswa harus bersikap kritis,cerdas,aspiratif,dan memiliki kemauan untuk ikut membangun institusi ini, tidak hanya menyumbangkan suara saja, sebagai seorang mahasiswa yang memiliki intlektualitas yang tinggi tentu saja dapat dan mampu membedakan bagaimana calon pemimpin yang baik dan yang tidak baik, untuk itu marilah bersiap untuk menyambut pemimpin baru yang dapat mengaspirasikan semua aspirasi mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

            Sekali lagi yang mesti diingat adalah kita siap untuk dipimpin oleh seseorang memiliki kemampuan dan integritas tinggi terhadap kemajuan institusi ini khususnya di bidang kemahasiswaan serta mampu mewujudkan semua aspirasi mahasiswa USU.


#latepost

0 komentar:

Posting Komentar