Selasa, 01 November 2016

Di Batas Waktu


Jannatul Fadhilah, nama yang sangat indah. Tidak kalah indah dengan sikap dan tutur katanya. Biasa disapa dengan sebutan Jannah. Dia adalah wanita yang cerdas, lucu, cantik dan agak sedikit pendiam. Yang paling penting bukan hanya cantik fisiknya, namun hatinya juga begitu. Selain pendiam ternyata gadis ini juga menyimpan perasaan yang susah untuk ditebak semua orang. (warbiasa kan? J)
Dengan hijabnya yang menjuntai sampai dada, Jannah berjalan memasuki ruang kelas. Jam pertama hari ini adalah pelajaran Matematika, pelajaran yang ia fovoritekan. Ya, Jannah adalah gadis yang senang sekali berkutat dengan rumus-rumus matematika. Tak hanya itu, ia juga senang bergelut di bidang menulis. Menurutnya, matematika adalah hidupnya dan menulis adalah jiwanya. Dengan kesukaannya itu, tak heran kalau ia pernah menjuarai test smart I dan II se-kotanya, juara I lomba lingkungan hidup serta pernah menjadi finalis menulis karya tulis ilmiah nasional mengenai TNGL. Ia juga selalu juara kelas. Tidak hanya itu, bermacam penghargaan dan lomba piala sudah banyak terpajang indah di ruang tamu rumahnya. Jannah cerdas kan?
“Assalamu’alaikum. Bu Tina belum masuk kan? Aku hampir aja telat, gerbangnya bentar lagi ditutup.”
“Wa’alaikumsalam. Belum Jan. Cie, kemarin ada cerita apa? Kok aku kelewatan berita ya?” Namanya Putri, biasa dipanggil uput atau ukhti Putri, teman karib Jannah.
“Emang cerita apaan Uput?” Seketika muka Jannah berubah jadi heran.
“Yaelah Jan, gak usah tercengang gitu sih. Itu loh, kemarin kata Ayu, saat break istirahat sebelum les kimia, tetiba kak Fabian ngajak kamu sholat ya? Dan siapa yang ngimamin? Diakah?” Tanya Uput penasaran.
 “Kak Fabian, ah kamu jangan gosip deh Uput. Cerita sebenarnya tu gini, kemarin aku duduk di luar kelas sembari nunggu adzan berkumandang. Nah saat kebetulan lewat kak Fabian, lalu  dia ngeliat aku sendirian, makanya  dia ngajak aku untuk sholat.” Jannah berusaha menjelaskan ke Uput
Pembicaraan mereke seketika terputus. Baru saja Uput mau melanjutkan pembicaraan, saat itu pula Bu Tina masuk ke kelas dan memulai pelajaran.
 “Jannah, dapat salam tu dari kak Fabian. Tadi aku dipanggil, dia bilang kamu gak respon smsnya kenapa?” Tanya Uput kepo
 “Jannah, aku heran deh samamu. Kamu mau laki-laki yang seperti apa sih? Apalagi yang kurang dari kakak itu? Dia baik, ngajinya bagus, agamanya bagus, dan pintar pula.”
“Uput sayang, bukan masalah seperti apa laki-laki yang aku mau, tapi bagaimana cara mereka mendapatkan aku. Lagi pula aku di sini ingin belajar, bukan cari pacar. Ya, saat itu Uput semakin heran dibuatnya.
“Baiklah, nanti aku sampaikan salam dan maaf darimu.”
Layaknya mawar yang sedang mekar-mekarnya, warnanya yang indah, dan durinya yang tajam, disukai banyak orang yang melihatnya namun enggan menyentuh karena takut tertusuk durinya. Dirinya sangat terjaga dan selalu menjaga pandangan.
Pagi itu semburat senja begitu elok. Enggan beranjak dari singgasananya. Sang surya cantik menerangi kota itu dengan memancarkan cahayanya di langit yang cerah. Sama cerahnya seperti muka Jannah pada pagi hari ini. Ia begitu bersemangat menjalankan aktivitas hari ini.
“Masya Allah, cerah amat tu muka.” Kata uput ngeledek Jannah.
“Apaan si Uput. Iya dong cerah, lah hari ini ka nada mata pelajaran yang ku suka, Bahasa Indonesia.” Kata Jannah dengan bersemangat.
“Jan, aku mau bilanglah sama Jannah tapi janji ya gak boleh marah.” Kata Uput mengulurkan tangannya.
“Iya, aku janji.” Kata Jannah.
“Gini, buku bahasa inggris yang dipinjam dari perpus, hilang entah ke mana lah Jan. Aku udah coba cari seantero rumahku, namun tak kunjung nemu tu buku.” Kata Uput dengan muka sedih.
“Ya Allah, jadi gimana ni Uput? Mana bentar lagi naik-naik kelas dan buku itu kan harus kita pulangkan ke perpus.” Mood Jannah sontak berubah kala mendengarkan perkataan dari Uput.
“Yaudah gini, entar sepulang sekolah kita coba cari ke pasar buku loak ya.” Kata Uput.
“Oh, iya. Ide bagus tu.” Sambung Jannah.
Sepulang sekolah mereka langsung pergi ke pasar buku loak namun al hasil belum rezeki, bukunya gak ketemu.
“Sudahlah Jan, lusa kita ke perpustakaan ya. Kita omongin aja baik-baik sama ibu penjaga perpus.”
“Baiklah Uput.” Muka Jannah langsung murung
Sangkin pusingnya memikirkan buku, Jannah sampai memposting status di facebook. Postingan itu tentu saja membuat banyak orang mengomennya, Dan tak ketinggalan kak Fabian, dia sampai-sampai sms Jannah saat itu juga. Walau dia tau pesan yang sebelumnya belum ada dibalas oleh Jannah.

Tiit…tiiit…tiit…tiitt

Assalamu’alakum Jannah. Maaf kalo sebelumnya kakak mengganggu, ada apa Jannah? Ya siapa tau kakak bisa bantu.

Jannah masih menahan diri untuk gak balas sms darinya. Tapi di sisi lain ini sangatlah penting. Lagian selagi gak macam-macam gak masalah. Bismillah…

Jannah
Wa’alaikumsalam, ia kak, kebetulan buku bahasa inggris yang dipinjamkan dari perpus hilang. Udah di cari di pasar buku loak tapi al-hasil gak ada.

Tiit…tiiit…tiit…tiitt

Cover bukunya sama persis kayak yang Jannah upload ya? Insya Allah akan coba kakak cari nanti.

Jannah
Iya kak, gak usah repot-repot kak. Gak apa-apa kok. Makasih sebelumnya ya kak.

Tak ada lagi balasan dari Fabian. Saat itu Jannah mengira bahwa Fabian hanya bercanda dan ingin mencari perhatiannya. Namun tidak sama sekali, dia memang telah membuktikan kesungguhannya untuk membantu Jannah. Buku itu akhirnya ada dan Fabianlah yang telah menemukannya di toko buku milik sahabatnya. Buku bahasa inggris itu masih baru dan masih terbungkus rapi oleh plastik bening.

Tiit…tiiit…tiit…tiitt

Assalamu’alaikum Jannah, Alhamdulillah kakak udah ketemu bukunya. Besok Insya Allah kakak antar ke rumah ya.

Jannah langsung tercengang dan heran membaca sms itu. Senyum pun timbul pada raut wajahnya dengan malu-malu. Serasa ada hangat menyelusup dada dan  membuat jantung berdegup lebih cepat. Otaknya pun sekejap bertanya, “Ada apa? Sungguh, bukan apa-apa. Iya mencoba berhusnuzon. Namun di sisi lain hatinya mulai tergoyahkan dengan kesungguhan Fabian membantunya.

“Ya Allah, ada apa dengan hatiku ini? Apa aku juga merasakan hal yang sama? Apa aku juga menyukai sosok kakak kelasku itu? Haish, jangan sampai ya Allah.” Katanya dalam hati.
Hatinya mulai tergoyahkan dengan bujuk rayu syaitan. Karena saat itu hati Jannah tak tenang, ia memutuskan untuk curhat dengan ibunya.
“Buk, di sekolah Jannah, ada teman Jannah yang suka sama Jannah. Kak Fabian namanya. Emang sih dia itu orangnya masya Allah banget bu. Selain suaranya yang bagus saat jadi imam, dia juga bela-belain cari buku bahasa inggris pengganti buku bahasa inggris punya perpus itu buk. Jadi aku harus gimana buk?” Tanya Jannah
“Subhanallah, anak ibu sekarang udah ada yang nyukai. Lalu Jannah suka sama dia?” Ledek ibu pada Jannah.
“Ah, ibu ini bisa aja. Gak ada loh bu. Ibu, serius deh.” Keliatan sekali bibirnya manyun 5 cm, hehe.
“Kembalilah ingat niat awalmu, kalo emang kamu sudah berhijrah, maka kamu harus komitmen dengan hijrahmu. Sampaikan saja dengan baik-baik dan bahasa yang sopan kalo kamu gak bisa nerima dia. Untuk saat ini mau fokus ke akademik. Toh jika suatu saat berjodoh, pasti akan dipertemukan juga sama Allah.” Jelas Ibu ke Jannah dengan lembut.
“Iya ya buk. Oke deh, Ibu itu emang is the best banget deh pokoknya. Makasih ya bu.”
Keesokan harinya tepat di hari Sabtu sore, terdengar suara klakson sepeda motor di depan rumahnya. Ketika di lihat, ya, benar, ternyata itu adalah Fabian, kakak kelasnya. Saat itu Jannah memutuskan untuk tidak keluar dari rumah, ia menyuruh Ibunya yang mengambil buku tersebut dari Fabian. Serta menitipkan sebuah buku untuk diberikan ke Fabian.
“Assalamu’alaikum bu maaf, apa benar ini rumah Jannah?” Tanyanya pada Ibuku
“Wa’alaikumsalam, benar nak. Yuk silahkan masuk dulu.” Kata Ibu Jannah
“Gak usah bu, gak usah repot-repot. Kebetulan saya ada urusan lagi di sekolah, jadi saya langsung balik aja ya bu. Sampaikan saja pada Jannah, ini buku bahasa inggris yang dia cari.
“Baiklah, terima kasih ya nak Fabian sebelumnya. Oh, iya tadi Jannah nitip buku ini untuk kamu.” Kata Ibu Jannah
“Oh, iya bu, makasih juga sampaikan sama Jannah ya bu. Kalo gitu saya pamit ya Bu. Assalamu’alaikum.” Kata Fabian
“Iya, hati-hati ya. Wa’alaikumsalam warohmatullah.” Kata Ibu
            Sebelumnya Jannah tidak membalas pesan dari Fabian. Maka dari itu, Jannah memberikan sebuah buku yang di dalam buku tersebut terselip surat dari Jannah. Ia juga berharap dengan adanya buku itu, Fabian dapat mengerti dan memahami maksud dari Jannah.

Maaf tidak menerimamu. Aku sudah berkomitmen kepada Tuhanku. Biarkan aku hijrah, pindah dari masa gelap menuju masa yang aku injak saat ini. Aku lebih mencintai Tuhanku. Bersabarlah bila kau memang ingin menungguku. Sembari menungguku, masing-masing dari kita teruslah memperbaiki diri dan menengadah pada-Nya. Persiapkan dirimu, lalu datang temui Ayahku.

Deg, mata selalu mengulang untaian kalimat itu, kalimat penutup dari buku “Bersemi Pada Waktunya”. Terus diulang, entah apa yang dipikirkan. Perlahan Fabian mulai melipat sampul belakang. Hanya membutuhkan waktu dua jam tiga puluh menit untuk melahap habis buku itu. Membolak-balik lembaran dengan keadaan hati yang berkecamuk. Biarkan Fabian yang menerjemahkan sendiri apa maksud dari Jannah.
Usai membaca surat tersebut Fabian mengirim pesan ke Jannah

Tiit…tiiit…tiit…tiitt

Assalamu’alaikum Jannah. Maaf mengganggu malammu. Baiklah kalo memang itu keputusanmu. Aku akan berusaha tapi aku punya satu pertanyaan untukmu. Jika suatu saat aku telah memenuhi apa yang kamu tentukan, apakah kamu bersedia menerimaku?

Deg, Jannah sontak terdiam sejenak sembari memikirkan jawaban yang singkat namun juga padat dan tepat untuk dikirim ke Fabian.

Jannah
Insya Allah akan Jannah pertimbangkan kak…

Kini tibalah saatnya kelulusan kelas. Fabian yang saat itu berada di kelas 3 SMA, otomatis akan melanjutkan studinya ke Perguruan Tinggi Negeri yang ia pilih. Sementara Jannah memasuki kelas 3 SMA. Inilah akhir pertemuan mereka. Fabian pun memutuskan untuk mengambil studi ke kota Yogyakarta. Fabian memilih Yogyakarta karena merupakan kota pelajar dan kota buku. Dia berharap dengan nantinya menyibukkan diri dengan akademik dan organisasinya, akan mampu melupakan Jannah.
Fabian memulai lembaran baru dalam hidupnya. Kini ia memantaskan dirinya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi sesuai apa yang diminta Jannah. Ia yakin dan percaya bahwa suatu saat kelak Allah pasti akan mempertemukanya kembali dengan Jannah.

“Jannah, nantikanku di batas waktu.” Suara hati kecil Fabian.

0 komentar:

Posting Komentar