Kamis, 03 Mei 2018

Hanya Allah




Kali ini saya ingin menulis sesuatu yang beda, terinspirasi oleh perasaan seseorang yang langka di mata saya, langka karena diusianya yang baru seperempat abad dia mampu melepaskan manis dan nikmatnya dunia, langka karena akhirat menjadi tujuannya di mana teman-teman seusianya sedang sibuk pacaran, cari calon suami, dan yang ia lakukan adalah mengesampingkan cinta seorang jejaka karena Allah, langka tapi nyata. J
I have to leave him for the sake of Allah, begitu katanya, bukan karena tidak mencintai sang jejaka, atau menolak kehadiran cinta yang begitu indah di hati tapi semata mata karena sang gadis takut cintanya kepada Allah terganggu hingga memberi ruang kepada cinta selain Allah.
Kemudian  teringat ucapan teman saya yang lain “Sin, aku  mau mencintai perempuan yang solehah yang bisa mendekatkanku kepada Allah” jujur saya tidak setuju dengan pernyataan ini, karena buat saya mendekat kepada Allah itu hak kita yang paling utama, persoalan apakah kemudian kita akan diberi pasangan yang soleh atau tidak itu mutlak hak Allah, karena jika kita sudah memperolah cinta Allah maka pastilah Allah akan menitipkan kita pada kekasihnya yang lain, perempuan yang baik untuk lelaki yang baik dan sebaliknya, itu janji Allah dan Allah tidak pernah ingkar janji.
Jadi jangan dibalik seperti teman saya, cari perempuan dulu untuk mendekati Allah makanya gak dapat-dapat dan mau sampai kapan begitu? perempuan gak dapat, Allah pun semakin jauh, yang benar adalah cari Allah dulu, dan jikapun cinta seseorang itu hadir, tanyakan lagi dan pulangkan  kepada Allah untuk mengukur apakah cinta Allah yang didahulukan atau sebaliknya, jangan takut kehilangan.
Seperti pepatah yang pernah saya baca berbunyi “Semakin Zulaika mengejar cinta nabi Yusuf, maka Allah semakin menjauhkannya dengan nabi Yusuf As. Demikian sebaliknya, semakin Zulaika mengejar cinta Allah, maka Allah pula yang semakin mendekatkannya kepada nabi Yusuf As.
Pastinya kamu bertanya-tanya, “namamukah yang tertulis di lauh mahfuz sana sebagai jodohku?” belum tentu, “engkaukah yang akan menemaniku di titian jalan menuju syurga? dirimukah yang akan melengkapkan separuh dari agamaku?” jawaban dari pertanyaan ini ada pada ALLAH, bukan dihati kita atau hati orang tersebut. Dan jika dia tercipta bukan untuk kita, haruskah kita marah kepada Allah, tentu tidak jika luka kita kembalikan kepada pemilik cinta, dariNYA cinta berasal dan kembali pada-Nya.
Apakah ketampanan atau kecantikan yang Allah berikan menghias wajahnya ini diciptakan Allah untuk seseorang?”  tolong jawab!! Dan bisa dipastikan dia takkan pernah dapat memberi jawaban “apakah seseorang tercipta untuk kita” karena jawabannya bukan di tangan seseorang, tetapi di tangan Allah.
Tahukah dia, hati kita gelisah memikirkan dia, takut kehilangannya, terbayang betapa beratnya ketika dia tiada, menjalani hari hari tanpa sms darinya, melewati waktu tanpa mendengar suaranya, tak ada lagi gelak tawa canda dan nasehat yang kerap hadir di perbincangan di malam nan syahdu, tak ada lagi yang akan menanyakan apakah kita sehat hari ini, sudah makankah kita, sudah bayar zakat, sudah shalat tepat pada waktunya bahkan menjadi alarm kita mengingatkan untuk tahajud. 
Namun ketakutan ini mengalahkan ketakutan kita kepada Allah, kita takut Dia murka karena kita menikmati yang bukan hak kita, takut murka Allah karena jantung kita yang berdegup kencang telah kita isi dengan bayangan dia yang bagai hantu mengikuti kita kemanapun kita pergi ada dia dihati kita, padahal detak jantung ini titipan Allah yang harus kita pertanggungjawabkan.
Jadi jangan sampai ketakutan  kita pada Allah melebihi kegelisahan kita memikirkan dia. Biarkan saja kita menyendiri terlebih dahulu, bersabar menunggu titipan dari Allah untuk kita. Menunggu sembari kita juga memperbaiki diri kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

0 komentar:

Posting Komentar