Pemilihan umum raya (PEMIRA) adalah sebuah pesta demokrasi yang diadakan di kalangan mahasiswa Universitas Sumatera Utara. Pemilihan raya (PEMIRA) mahasiswa untuk memilih presiden dan wakil presiden di masing-masing jurusan dan fakultas di Universitas Sumatera Utara. Momen ini merupakan awal dari pendidikan politik sejak dini bagi mahasiswa dan pesta demokrasi di kampus yang menjadi tempat mengaktualisasikan diri dan potensi yang dimiliki.
Dari tahun ke tahun PEMIRA akan selalu di tunggu oleh
seluruh mahasiswa yang merindukan figur seorang pemimpin,namun tidak hanya
figur seorang pemimpin melainkan keberanian untuk membuktikan, melakukan,
merubah semua hal-hal yang diinginkan oleh mahasiswa USU dengan kata lain harus
berani mengaplikasikan seluruh aspirasi mahasiswa yang menjurus kepada kemajuan
Institusi ini sendiri.
Sebelum diadakannya PEMIRA, biasanya masing-masing
calon presiden dan wakil presiden melakukan kegiatan kampanye. Lalu diadakan
debat capres dan cawapres dari panitia penyelenggara (KPU). Setelah
masing-masing calon melakukan debat ide-ide visi dan misi akan ada masa tenang,
yang merupakan keadaan dimana tidak di perbolehkan melakukan kampanye antara
tanggal berakhirnya masa kampanye sampai tanggal pemungutan suara. Semua
kegiatan itu merupakan pembelajaran atau praktek langsung dalam berpolitik di
dalam kampus, yang secara tidak langsung dapat mejadi bekal pembelajaran
politik di luar kampus.
Masa kampanye baik lisan maupun tulisan di Universitas
Sumatera Utara merupakan kampanye calon presiden dan wakil presiden untuk
meyakinkan para pemilih ialah mahasiswa dengan menawarkan visi, misi, dan
programnya. Kampanye yang dilakukan tim sukses masing-masing calon presiden dan
wakil presiden di masing-masing jurusan dan fakultan di harapkan dapat
dilaksanakan dengan tertib dan damai oleh para panitia pemira.
Satu agenda yang identik dengan PEMIRA adalah “debat
kandidat”, sebelum diadakanya pemilihan, panitia PEMIRA mengadakan debat capres
dan cawapres. Itu merupakan ajang puluhan bahkan ratusan mahasiswa menyaksikan
visi misi, tujuan mereka disana, janji-janji dan beberapa statment yang
menjelaskan dengan gaya persuasif bahwa mereka yang terbaik. Para pemilih yang
fanatik adalah masalah besar yang terjadi hingga saat ini baik tingkat nasional
maupun kampus. Orang jawa akan milih orang jawa, orang Sumatra akan pemilih
orang Sumatra, dsb. Begitu juga di dalam kampus mahasiswa yang berada misalkan
di partai A akan memilik candidat dari partai A pula. Para pemilih tidak akan
memilih calon dari kualitas mereka dalam memimpin, tetapi lebih kepada
sekampung atau tidak, se fakultas tidak, dia teman kita tidak, dst. Efek yang
ditimbulkan adalah pragmatisme, nepotisme, dan tentu saja terpilihnya pemimpin
yang tidak bisa memimpin. Popularitas menjadi modal utama, bukan lagi kemampuan
dalam hal memimpin.
Kandidat yang mengikuti PEMIRA mahasiswa mendapat
banyak pelajaran berharga selama kegiatan tersebut berlangsung. Masa kampanye
hingga pemilihan yang harus dilalui setelahnya pun merupakan miniatur setiap
warna-warni kegiatan dalam pesta demokrasi. Setiap momen baik yang diwarnai
dengan saling menunjukan kemampuan pribadi hingga saling mencari kesalaha rival
merupakan awal dari proses pendewasaan diri dalam berpolitik.
Tim sukses kandidat pun mendapat pelajaran berharga
dari pesta demokrasi mahasiswa tersebut. Kemampuan menjual dan meyakinkan objek
kampanye terhadap kandidat yang didukung menjadi poin penting pendewasaan
berpolitik. Positive Campaig atau kampanye yang menunjukkan kemampuan kandidat
sendiri tanpa menjatuhkan kandidat lawan menjadi kampanye yang selalu
dinantikan dalam PEMIRA. Proses berkampanye secara sehat yang selalu dituntut
ini akan menguji kematangan seseorang dalam berpolitik sejak di kampus. PEMIRA
sebagai pesta demokrasi pun dapat menjadi pembelajaran bagi setiap mahasiswa
dalam sebuah kampus. Seorang mahasiswa yang tidak menjadi kandidat maupun tim
sukses seorang kandidat akan belajar menentukkan kandidat mana yang dipilih.
Dasar pemilihan ini yang perlu dijadikan parameter kedewasaan seseorang
berpolitik. Setiap mahasiswa diajak untuk berpikir objektif dan rasional dalam
memilih kandidat yang lebih kompeten.
Pembelajaran politik pun akan dialami oleh mahasiswa
yang telah memiliki jabatan struktural di lembaga sebagai pelaksana, pengawas
ataupun lembaga independen selama PEMIRA berlangsung. Komite bentukan selama
PEMIRA seperti Komite Pengawasan, Panitia Pelaksana maupun lembaga legislatif
sebagai fasilitator pelaksanaan PEMIRA dituntut untuk profesional dalam
melaksanakan tugasnya. Profesionalisme kinerja komite bentukan ini penting
dalam menentukan kualitas hasil dari PEMIRA tersebut.
Pendidikan politik sejak dini bagi mahasiswa dapat
didapat sebanyak-banyaknya dari PEMIRA. Bukan hanya sebagai momen suksesi bagi
lembaga kemahasiswaan di sebuah kampus saja, PEMIRA juga menjadi kegiatan
pembuktian tegaknya demokrasi mahasiswa. Optimalisasi masing-masing peran dalam
PEMIRA dapat menjadi pemicu terwujudnya good student governance di kampus Universitas
Sumatera Utara.
Dalam mencari dan memilih figur seorang pemimpin yang
di cari, mahasiswa harus bersikap kritis,cerdas,aspiratif,dan memiliki kemauan
untuk ikut membangun institusi ini, tidak hanya menyumbangkan suara saja,
sebagai seorang mahasiswa yang memiliki intlektualitas yang tinggi tentu saja
dapat dan mampu membedakan bagaimana calon pemimpin yang baik dan yang tidak
baik, untuk itu marilah bersiap untuk menyambut pemimpin baru yang dapat
mengaspirasikan semua aspirasi mahasiswa Universitas Sumatera Utara.
Sekali lagi yang mesti diingat adalah kita siap
untuk dipimpin oleh seseorang memiliki kemampuan dan integritas tinggi terhadap
kemajuan institusi ini khususnya di bidang kemahasiswaan serta mampu mewujudkan
semua aspirasi mahasiswa USU.
#latepost
0 komentar:
Posting Komentar