Kamis, 25 Oktober 2012

Hamparan Mimpi


Ketika semua ingin menjadi sesuatu
Aku mencoba berkelana
menemukan sinarku pada mentari.
menghirup desah angin,
yang menghantar mimpi-mimpi itu kelangit.


Aku semakin tersudutkan oleh teka-teki rahasiaMu
Semakin absurd dalam membaca segala realita
Problematika hidup selalu menjadi misteri
Kadang kaki ini melangkah maju
Terkadang jua ku menyerah tak berdaya
Aku ingin berlari dalam labirin lika-liku
memecah batu granit kesulitan
terhempas dan limbung dihantam angin
dan terbawa arus deras sungai kepuncak tantangan

Aku tak ingin takluk
dengan lutut tertekuk dan muka tunduk
Aku tak ingin rebah menyembah
semata karena merasa tak berdaya dan lemah

Dengan gejolak cita itu
Aku mulai mengubur asa yang sempat tertanam dalam diriku
Dari jatuh bangkit terbangun
Berdiri dan bersiap lari
Senyuman dan kebahagiaan
Telah terlukis dihari esok
Esok adalah aku yang baru
Berbekal ilmu tentang hidup yang penuh arti

Minggu, 24 Juni 2012

Only One Part I

        

Sudah hampir setahun lebih Pak Ferdinan  menikahi seorang wanita yang menurutnya cocok untuk menggantikan Almarhumah istrinya dan menjadi ibu bagi ke dua anak-anaknya yaitu Bulan dan Rio. Namun, tetap saja anak pertamanya yang bernama Bulan itu gak nerima keberadaannya. Hanya putra bungsu Pak Ferdinan yang menerima ibu tirinya itu dengan gembira. Baginya hanya ada satu mama dalam hidupnya, yaitu mama yang sekarang berada di surga sana. Tapi itu gak jadi masalah buat Lina. Semuanya butuh proses, biarkan waktu yang akan menjawabnya kata hati kecilnya.

          Pak Ferdinan pun akhirnya memutuskan untuk pindah ke Palembang. Pindah ke rumah peninggalan ibu mertuanya dan mau tak mau Bulan dan Rio pun harus ikut bersama mereka. Awalnya sih, Bulan gak mau, tapi ya mau gimana lagi. Dengan muka terpaksa akhirnya ia menyetujuinya.

           Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya mereka sampai juga di Palembang. Tak disangka, untuk kamar tidur pun Bulan mempermasalahkannya.

           “Pa, masa’ aku harus tidur di kamar yang sempit kayak gini sih.” Katanya kesal
           “Sayang, di sini kamarnya memang seperti ini. Ini satu-satunya kamar yang paling lebar di antara yang lainnya. Gapapa kan sayang.” Jelas mama tirinya itu
           “Yaudah, terima aja napa sih kak, lagian kamar kakak itu lebih besar dari kamar aku, papa dan mama.” Sambungn Rio kesal
           “Bawel loe.” Cemberut
           “Sudah-sudah, ini aja jadi masalah. Sudah, ganti baju dan beres-beres sana.” Kata Papa

            Akhirnya perdebatan itu berhenti sampai di situ dan segera ganti baju serta memberesi pakaian dan barang lainnya.

            “Lumayan juga sih kamar ini, setidaknya gue bisa ngeliat bintang di sini.” Kata Bulan sambil menuju ke teras kamarnya
           “Wah, indah banget.” Menggeletakkan badannya di atas rerumputan
            “Ma, aku kangen mama, sekarang aku bisa ngeliat mama setiap malam.” Katanya sambil melihat bintang di langit

            Dari kejauhan, mama tiri Bulan itu hanya dapat tersenyum gembira.

            Hmm, gak terasa ternyata udah pagi, hari ini Bulan mulai dalam lembaran baru, yaitu masuk sekolah yang baru dan mesti harus menjalankan MOS. Papa hanya mengantarkan Bulan sampai di depan gerbang sekolahnya.

            “Pa, ini sekolahnya?” merasa heran sambil sesekali mengamati sekolah itu
            “Iya, udah kamu jangan banyak komentar, belajar aja yang bagus. “ jawab papa
            “Huh… iya pa.” berjalan masuk ke dalam

             Bulan bingung mau ngapaen. Ia merasa tidak nyaman. Tiba-tiba ada geng empat sekawan nyamperin dirinya.

            “Eh, lho yang anak baru pindahan dari Jakarta itu?” Tanya Sesil salah satu personil geng itu dan sekaligus kakak kelasnya
            “Ia, emang kenapa?” jawabnya sinis
            “Ih, berani ngejawab lagi loe. Dasar anak manja, megang sampah aja sok jijik.” Cerocos Shila
            “Sekarang juga gue hukum loe nyanyi.” Kata Sesil
            “Nyanyi lagu apa?” Tanya Bulan
            (Mereka berempat pun berunding)
            “Nyanyiin lagu burung kakak tua pakek bahasa Sunda.” Kata Prisil
            “Gue gak bisa pakek bahasa Sunda, gue bisanya pakek bahasa Inggris. “

Jreng..jreng
Burung kakak cua, hinggap di juendela
Nenek tsudah cua, giginya tcinggal dcua
Lekzum..lekzum lalala
Burung kakak cua

             “Emang kayak gitu ya Sil.” Tanya Prisil
             “Ya enggak lah begok. Itu sih bisanya dia aja.” Jawab Sesil
             “Karna loe gak bisa nyanyi burung kakak tua pakek bahasa sunda, sekarang gue hukum loe jalan jongkok sampai 30 kali.” Kata Sesil sangar

             Bulan pun terpaksa menuruti kemauanan mereka. Dalam hati kalau bukan karna bisa dapat sertifikat masuk sekolah ini, gak bakalan mau dia di suruh seperti itu. Ia pun tetap bersabar.

             Selanjutnya, Bulan bersama temannya yang bernama Cika itu mesti minta tanda tangan dari kak Bintang yang merupakan Ketua Osis di SMA itu.

             “Ayok lah sama-sama kita minta.” Kata Bulan
             “Enggak lah, loe aja Lan, loe liat sendiri kan setiap ada yang mau minta tanda tangan kakak itu selalu di tolaknya secara kasar.” Jelas Cika
             “Tapi…?” kata Bulan
             “Udah, loe aja sana.” Menolak Bulan ke arah kak Bintang
             “Misi kak.” Menyentuh bahu kakak itu dengan jari telunjuknya
             “Ada apa! Jawab Bintang sinis
             “Kak, boleh minta tanda tangannya gak?” kata Bulan
             “Kenapa, loe naksir juga sama gue.” Cerocos Bintang
             “Ya Allah, kok ada lah cowok senarsis dan sejutek ini.” Katanya dalam hati
             “Eh, pakek bengong lagi loe.” Kata Bintang
             “Cuma tanda tangan aja apa susahnya sih kak.” Kata Bulan
             “(mengambil bukunya Bulan dan merobekkannya menjadi 2 bagian)”
             “Ihh… mau aja gue jitak kepalanya.” Katanya dalam hati
             “Loh, kok dirobek sih kak.” Dengan muka kesal dan kecewa

              Bulan pun mengambil buku yang telah dijatuhkan Bintang tersebut. Tiba-tiba datang lagi si perusuh yaitu empat sekawan

             “Mau minta tanda tangan Bintang?? Ya gak bakalan  bisa lah.” Kata Sesil
             “Mendingan sekarang loe pijetin bahu gue. Udah pegal-pegal ni gara-gara ngemos kalian.” Kata Bintang
             “Iy, sekalian gue juga ya!” Kata Tamara
             “Seumur hidup, gue gak pernah mijetin orang. Jangankan orang lain, papa aja pun gak pernah gue pijetin.” Katanya dalam hati
             “Eh, pakek bengong lagi loe, ayo cepat pijetin Bintang sama Tamara sekarang!!” Perintah Prisil
             “Iy..iy..” Cemberut
             “Kalo loe mau tanda tangan dari gue, loe besok harus pakek baju badut teletabis dan jadi pelayan pengantar minuman waktu acara besok malam!” kata Bintang tegas
             “Iy.” Suaranya melemas

              Sepulang sekolah, ternyata bukan papa lagi yang menjemput dirinya melainkan ibu tirinya itu.

             “Sayang, sekolahnya hari ini?” Tanya mama penasaran
             “Ya, gitu deh. Masih ada aja yang jaili aku. Lho, kok tante sih yang jemput? Papa mana?” tanyanya
             “Iy, mama sekalian ngasi tau kalo mulai hari ini dan seterusnya, mama yang bakalan ngantar dan jemput kamu dan Rio ke sekolah.” Kata Mama
             “Hmm, gak usah deh tante, aku bisa pergi dan pulang sekolah naik angkot.” Jawab Bulan
             “Gapapa sayang, lagian butik mama udah ada yang ngejagain.” Sambung Mama
             “Udah gapapa tante.”
             “yaudah deh.” Balas mama

              Akhirnya mereka pun pulang dan sesampainya di rumah, Bulan langsung masuk ke kamarnya, ganti baju dan duduk di jendela disertai dengan melamun.

             “Ih, kok ada sih cowok yang super nyebelin kayak gitu?” sambil membuka buku
             “Loh, foto gue yang di sini mana? Bisa kenak marah lagi deh gue. Pasti jatuh waktu si cowok nyebelin itu merobek buku gue. Uhh..!” katanya begitu kesal
             “Mana besok gue mesti pakek kostum badut lagi. Sial…sial :(”

              Seperti malam-malam sebelumnya, Bulan suka sekali melihat bintang di teras kamarnya itu. Tapi malam ini ia tak perlu berbaring di rerumputan lagi untuk melihat bintang. Cukup dengan teropong bintang pemberian ibu tirinya itu, Bulan bisa melihat bintang seakan lebih dekat.

             “Ma, aku bisa melihat bintang itu lebih dekat. Andai mama di samping ku sekarang, pasti aku akan mengambil satu bintang itu buat mama.” Kata Bulan sambil menunjuk bintang tersebut

              Wah…wah…wah…tampaknya sudah pagi ni. Hmm tapi di pagi yang cerah ini, wajah Bulan tampak cemberut karna pagi ini ia harus memakai kostum badut teletabis.

              “Pagi ini, gue akan memperkenalkan badut baru di sekolah ini. Dan dia juga yang akan jadi pelayan dalam party kita nanti malam. Inilah dia, Bulan…” Kata Bintang
              “(hanya bisa pasrah)”  Bulan

               Malam hari ketika party itu berlangsung, Bulan tampak letih dan lemas. Akhirnya di tengah-tengah acara, ia pun memutuskan untuk pulang.

                Keesokan harinya, ia terpaksa bangun pagi untuk menunggu angkot. Tetapi angkotnya tak kunjung datang dan ada seorang cowok yang naik kereta ninja dan berhelmkan hitam, menghampiri dirinya.

               “Eh, mau ngasi tumpangan ya?” Tanya Bulan
               “(membuka helm)” Bintang
               “Eh, ternyata loe.” Bulan kaget
               “Sorry ya, gak ada tumpangan buat loe. Da…” Kata Bintang
               “Uhh, dasar loe.” Jawabnya kesal

                Bulan tampak berlari menuju ke kelasnya karna takut terlambat. Tiba-tiba saja di depan kelasnya ada seorang cowok yang memberikan ia minum. Lalu cowok itu pun segera pergi. Setelah di minum, eh ternyata itu adalah air garam.

               “Hahhaha, air garam kok diminum sih? Air garam itu cocoknya buat ngerendam kaki loe.” Kata Bintang.
               “Uhhh! Kurang ajar loe!” Kata Bulan kesal
               “Ahahaha….ahahaha…” Mereka tertawa terbahak-bahak

                Hal itu berlalu begitu saja. Kini saat tiba waktunya istirahat. Murid-murid pun menanggapinya dengan suka cita. Yee..
Seperti hari biasanya, setiap jam istirahat, Bulan bersama dengan temannya yang bernama Cika itu untuk makan di kantin. Ternyata tak diduga-duga, Bulan ketemu lagi sama si cowok yang super nyebelin itu. Hhehe, apa gue bilang, kalo jodoh itu memang gak ke mana Lan. Hheehe…cerocos si penulis.

                “Ih, di mana-mana ada dia. Dia itu selalu membuat hari-hariku tak tenang.” Cerocos Bulan
                “Eh, sini loe!” Seru Bintang
                “Siapa? Gue?” Tanya Bulan
                “Yaiyalah, emang siapa lagi?” jawab Bintang sinis

                  Bulan pun berjalan menghampiri Bintang dengan perlahan.

                 “Apa loe, pasti loe mau ngerjai gue lagi kan? Awas loe ya.” Ancam Bulan
                 “Ini ni, orang yang selalu negative thinking. Gue tu berniat baik mau minta maaf sama loe. So, gue mau neraktir loe hari ini. Sekarang, loe duduk di sini ya?” Kata Bintang
                 “Loh, kok lengket ya? Gue gak bisa berdiri ni. Uhhh robek jadinya rok gue. Dasar loe.” Sambil mencoba berdiri
                 “Ahahaha…rasain loe.” Bintang dan kawan-kawan tertawa tak hentinya
                 “Awas loe.” Kata Bulan sambil berlari menuju ke kamar mandi

                  Malam harinya usai makan malam, papa menanyakan tentang keadaan Bulan di sekolah barunya itu. Dia pun mengatakan kalo dia udah gak tahan lagi berada di sekolah itu karena selalu di jaili sama kakak kelasnya. Dia memutuskan untuk pindah sekolah. Namun, tampaknya Bulan mesti berpikir dua kali untuk pindah sekolah di Jakarta. Hal ini karena ia juga memikirkan kebahagiaan papanya. Baginya biar pun di sini tapi kalo selalu bersama, itu udah lebih dari cukup. Akhirnya keinginan itu tak terwujud. Ia terpaksa menerima kenyataan itu.

                                                                                 
                                                                                bersambung...

mau tau dan penasaran sama sambungan ceritanya?
so, tetap stay di sini ya...
jangan sampai ketinggalan. Ok... ^_^

Sabtu, 18 Februari 2012

49 Hari 3600 Detik


Charon, Indri, Chaca, Putri dan Shinta kini telah bersatu kembali. Setelah sebelumnya mereka sempat terpecah belah gara-gara satu cinta. Kalau diingat-ingat sih lucu juga ya, gara-gara Chaca dan Indri sempat menyukai sosok ikhwan yang satu ini, mereka jadi diam-diaman untuk beberapa saat. Huhh memang susah ya anak jaman sekarang, selalu begitu. ( lho, kok jadi ceramah :) ).
 Tapi semua masalah itu terpecah sudah sebab mereka baru menyadari betapa pentingnya arti sahabat itu dan juga mereka baru sadar kalo selama ini, mereka telah berbuat zinnah. Mereka berkata seperti itu karena sempat terbayang dan selalu terpikir sosok ikhwan tersebut.
“Udah ah, gak usah ingat-ingat itu lagi.” Kata Chaca kesal
“Ia, karna jika masa lalu itu di ingat kembali, itu hanya sia-sia dan hanya menimbulkan yang namanya DOSA,” Ceramah Indri.
“Hhahahaha….” Celotehan mereka pun terdengar seantero ruang tamu rumah Shinta.
“Besok kita udah masuk sekolah ya, gak terasa kita sekarang udah duduk di kelas XI. Hmm, padahal rasanya baru..aja kelas X.” Sambung Chaca.
“Tapi aku gak mau pisah sama kalian.” Cerocos Charon dengan tampang sedih.
“Ia, kami juga.” Jawab Indri, Chaca, Putri dan Shinta dengan serentak sambil sejenak berpelukan.
“Kita kan masih satu sekolah jadi jangan takut dong, selama kita tetap selalu kompak dan bersama pasti kita bisa walaupun udah gak sekelas lagi. Yang penting komunikasi tetap terjalin.” Ceramah Sang Ustadjah Putri :)
“Ia, betol tu Put.” Jawab Chaca.
  Keesokan harinya mereka membuka lembaran baru. Layaknya buku baru yang masih bersih tanpa coretan-coretan pena. Di sana ternyata telah berkumpul ke lima sahabat itu menanti pengumuman jurusan dan kelas yang akan mereka tempati masing-masing. Setelah pengumuman itu di tempelkan di mading sekolah, perasaan sedih menyelimuti hati mereka. Ternyata mereka berpisah kelas. Charon dan Shinta di IPA1 sementara Chaca dan Indri di IPA2 dan Putri malah tercampak di IPA3. Saat itu perasaan mereka kacau balau. Di satu sisi senang karna masuk jurusan IPA, di sisi yang lain sedih karna terpisah kelas. Tapi ya mau gimana lagi, itu udah keputusan para Guru.
 Hari demi hari telah mereka lewati dengan mulus dan lancar. Mereka tetap selalu bersama ketika jam istirahat dan sepulang sekolah, mereka selalu ke tempat hank-out biasa, yaitu di cafĂ© depan sekolah. Tapi hal itu tak berlangsung lama, sebulan kemudian mereka jadi jauh. Mereka jadi sibuk dengan tugasnya masing-masing. Indri, Shinta dan Chaca sibuk dengan organisasi dan les, sementara Putri sibuk dengan urusannya pribadi, gak tau deh ntah apa itu, sementara Charon tampaknya sekarang lebih suka menyendiri. Semakin hari kesibukan itu mulai lebih menumpuk di hadapan mereka. Terpaksa mereka jadi jarang ketemuan lagi. Jangankan mau ketemu yang beda kelas, ketemu sahabatnya yang kelasnya sama dengan mereka pun susah banget. Begitu juga yang di rasakan Charon. Tampaknya Charon merasa sekarang ia di asingkan oleh sahabatnya sendiri. Sekarang Shinta lebih akrab dengan anak-anak X2 yang dulu. Hari-hari Charon ketika di kelas sangat membosankan, apalagi jika tak ada guru yang masuk ke kelas. Gak ada lagi cerita bareng, gak ada lagi ngumpul bareng. Semua telah musnah. Memang semenjak ia memutuskan untuk gak berorganisasi lagi, ia merasa sangat bosan karna hari-harinya sekarang hanya dihabiskan di sekolah, rumah dan rumah sakit. Ternyata alasan Charon selama ini memutuskan untuk tidak berorganisasi lagi karna orang tuanya sudah mengetahui kalo ia selama ini mengidap penyakit kanker darah. Kedua orang tua Charon khawatir akan kesehatannya, dokter mengatakan kepada kedua orang tua Charon bahwa sisa waktunya hanya tinggal 49 hari lagi. Maka dari itu mereka meminta Charon untuk menghentikan semua aktivitas di sekolah dan mulai fokus untuk kemoterapi. Sudah lama sebenarnya Charon mengidap penyakit ini, tapi ia gak mau memberitahukannya ke siapa pun karna itu hanya akan membuat orang-orang di sekitarnya jadi sedih. Bahkan sahabatnya juga tak mengetahui ketika ia mimisan atau hal lainnya. Itulah sangkin sibuknya mereka sampai lupa dengan sahabatnya yang satu ini.
Hari ini tak seperti biasa, tepat jam 07.30, Charon masih belum berada di sekolah. Pada saat itu, masuklah Nanda sang ketua kelas dan berdiri di depan kelas untuk mengatakan suatu hal yang penting.
“Diam sebentar teman-teman, aku bawa berita sedih ni.” Kata Nanda dengan muka lemas
“Ada apa Nda?” Tanya Shinta
“Ini lho, aku dapat kabar dari guru BP, katanya Charon masuk rumah sakit.”
“Apa!! Kapan Nda? Gimana kabarnya sekarang?” Tanya Shinta cemas
“Aku jugak gak tau pasti sih Shin, aku Cuma dapat informasi kayak gitu. Katanya dia dirawat di Rumah Sakit Sari Husada. Bagaimana kalo kita kutip uang untuk beli buah yang akan dibawakan ke rumah sakit, setuju gak?” Tanya Nanda pada semua temannya.
“Setuju.” Serentak siswa-siswi IPA1
Di situ mereka pun mengumpulkan uang untuk menjenguk Charon di rumah sakit usai pulang sekolah nanti.
Saat-saat jam pelajaran, Shinta gelisah dan tak tenang. Ia selalu saja memikirkan sahabatnya itu. Di dalam hatinya ia juga merasa bersalah karna selama ini udah gak tau gimana keadaan sahabatnya itu.
Usai pulang sekolah, mereka segera menuju ke rumah sakit Sari Husada dan langsung menuju ruangan tempat Charon di rawat.
“Charon.., kamu kenapa? Kok sakit gak bilang-bilang sama aku. Maaf ya kalo selama ini aku udah cuek banget sama kamu.” Cerocos Shinta sambil menangis
“Ia, aku gapapa kok, cuma kecapek’an aja makanya jadi gini deh.” Jawab Charon sambil tersenyum
“Betol.” Shinta memastikan
“Ia dan satu lagi, makasih ya teman-teman semua karna udah ngejenguk aku di sini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian.” Kata Charon
“Ia, aamiin.” Jawab Nanda mencoba mewakili jawaban teman-temannya
“Shin, mana yang lain? Indri, Chaca sama Putri mana?” Tanya Charon
“Oh, mereka..” Shinta diam sejenak
“Mereka kenapa?” Tanyanya balik
“Mereka gak bisa datang Char, lantaran aktivitas mereka hari ini yang super duper sibuk.” Jawab Shinta
“Oh, segitu sibuknya ya mereka sekarang?”
“Hmm, ia Char.” Jawab Shinta
“Gak bisa apa mereka luangkan waktu sebentaaaaar aja buat liat aku.” Kata Charon dalam hati
“Char, kamu kenapa?” Tanya Nanda
“Ee…enggak, aku gapapa.” Jawab Charon gagap
“Oh, yaudah deh, kami permisi pulang dulu ya. Semoga Charon bisa cepat sembuh.” Kata Nanda
“Ia. Amiiin, makasih ya semuanya?” jawabnya tersenyum bahagia J
“Ia, kami pulang dulu ya Char. Dha..dha..” cerocos Shinta
“Dha.” Jawabnya pelan
 Setelah semua teman-temannya pulang, ia pun kembali merenung, “kenapa ya sahabatku sekarang berubah total?” Ia tetap masih bertanya-tanya dalam hati sampai membuat ia semakin lelah dan akhirnya tertidur lelap dalam ruangan tersebut.
 Keesokan harinya, ia diperbolehkan pulang pada dokter yang menanganinya. Papa dan Mama Charon pun merapikan pakaian dan siap untuk menuju ke rumah. Saat tiba di rumah, waktu masih menunjukkan tepat jam 06.50 WIB. Charon berfikir masih ada waktu untuk pergi ke sekolah walau Papa dan Mama tak mengijini ia ke sekolah, tapi permintaan Charon sejak dulu hingga sekarang memang tak bisa diganggu gugat. Ia pun mandi dan segera pergi ke sekolah.
“Eh, akhirnya sahabatku masuk kembali.” Kata Shinta
“(tersenyum tanpa kata-kata)” Charon
“Charon, aku kangen samamu.” Cerocos Rina teman sekelasnya
“Aku juga.” :)
“Lho, udah sembuh? Cepat kali masuk sekolah Char, kan Charon masih sakit.” Tanya Nanda
“Ia ni di rumah sakit gak enak, mending aku sekolah, kan biar bisa ketemu sama kalian semua, lagian aku cuma sakit biasa kok, jadi kalian jangan khawatir dengan keadaanku. Insyaallah aku baik-baik aja.” Katanya seolah ia kuat.
“Eh, jangan ngobrol aja dong. Ingat gak hari ini hari apa?” Sambung Rina
“Ya ingatlah, hari ini kan hari senin. Emang ada apa Rin dengan hari ini?” Tanya Shinta penasaran
“Yaelah Shin..Shin, kau ni masih muda tapi udah pikun ya. Hari ini kan petugas upacaranya kelas kita.” Jawab Rina
“Apa?! Aduh, siapa yang mau bacakan Undang-Undang Dasar?” kata Shinta
“Yaudah, gitu aja kok panik, aku aja deh.” Tawar Charon
“Tapi Charon kan masih baru baik sakit?” Tanya Shinta
“Aku udah sembuh. Udah, gapapa kok.” Jawab Charon
“Yaudah deh, sekarang kita ke lapangan upacara yuk.” Kata Nanda
“Ayuk..” Jawab mereka serentak.
             Upacara pun dimulai, sampai pada akhirnya tibalah saatnya Charon membacakan UUD 1945. Tapi pada saat itu ketika Charon memasuki alinea ke-2, ia terjatuh dan pingsan. Pada saat itu upacara pun dihentikan dan para guru segera menelpon orang tua Charon kemudian membawanya ke rumah sakit. Di situ Indri, Chaca, Putri dan Shinta sontak kaget. Apalagi Indri, Chaca, dan Putri yang selama ini tak tau kabar bahwa Charon baru baik sakit lantaran kesibukan mereka. Melihat seperti itu mereka langsung permisi dengan wali kelas untuk pergi ke rumah sakit melihat sahabatnya itu.
             Saat berada di rumah sakit mereka langsung menanyakan bagaimana keadaan Charon dengan dokter yang merawatnya.
“Dok, bagaimana keadaan sahabat kami?” Tanya Indri, Shinta, Chaca dan Putri dengan meneteskan air mata.
“Kalian kan sahabatnya, apa selama ini Charon gak bilang tentang penyakitnya sama kalian?” Kata Dokter
“Enggak dok, mungkin karna kami selama ini terlalu sibuk dengan urusan kami masing-masing, sampai-sampai gak ada waktu lagi buat ngumpul bareng.” Kata Chaca
“Emang apa yang terjadi dengan Charon dok?” Indri menangis
“Selama ini, Charon telah mengidap penyakit kanker darah yang sekarang sudah masuk stadium akhir.” Kata dokter serius
“Apa, dok?” Indri, Chaca, Shinta dan Putri tak henti-hentinya menangis
“Hidupnya hanya 49 hari dan yang tersisa tinggal 2 hari lagi?” Kata Dokter sambil menghelakan napas.
Usai bertanya, mereka langsung pergi ke ruangan tempat Charon di rawat.
“Selama ini kita udah terlampau sibuk dengan urusan kita masing-masing sehingga waktu untuk ketemu dan bahkan hanya sekedar mengobrol pun gak sempat.” Kata Putri menyesal
“Ia, aku nyesal dengan semuanya. Andai waktu bisa terulang kembali, akan ku luangkan hari-hariku demi menjaga dan merawat Charon.” Sambung Indri
“Sekarang semua hanya sia-sia untuk disesali. Yang harus kita perbuat sekarang yaitu bagaimana kita mampu membuat hari-harinya jadi indah dengan kehadiran kita yang selalu ada di sisinya.” Kata Shinta
“Mulai sekarang, kita hentikan urusan dan organisasi di sekolah demi sahabat terbaik kita, sepakat?” Tanya Chaca
“Iya.” Menjawab serentak
             Pagi hari yang cerah ini, saat sang mentari menerangi dan menerobos ruangan Charon dengan sinar indahnya, tapi tampaknya sang mentari sia-sia saja karna sosok Charon yang selama ini periang masih aja betah terbaring dari tempat tidurnya. Matanya sayup dan tampaknya ia lagi merenungi sesuatu. Mungkin melihat betapa indahnya dunia ini yang sebentar lagi akan segera ia tinggalkan. Saat itu, dokter masuk ke ruangannya untuk mengecek keadaannya. Lalu tinggallah ia sendirian di ruangan itu. Mama pergi buat beli makanan. Sementara papa pergi kerja agar bisa membayar administrasi perawatan Charon. Tak berapa lama kemudian, terdengar suara telapak kaki yang seakan mengarah menuju ruangan Charon dan ternyata suara kaki itu adalah suara kaki ke empat sahabatnya. Charon sangat senang karna mereka bisa kembali kumpul dan ngobrol bareng meski hanya di rumah sakit. Hari itu pun menjadi hari yang sangat di nanti-nanti oleh Charon. Saat mereka makan bareng, main tebak-tebakan, pokoknya banyak lagi deh yang mereka lakui di hari itu.
            Malam harinya Charon merasa gak sanggup lagi, saat itu pula ia mengambil selembar kertas dan menuliskan kata demi kata pada lembaran kertas tersebut
Usai menuliskan surat itu, ia tertidur pulas dan terbangun kembali pada pagi harinya tepat pukul 07.00 WIB. Saat itu ternyata ke empat sahabatnya itu telah menunggu ia di depan ruangannya. Mereka sebelumnya telah meminta izin dengan Mama dan Papa Charon bahwa mereka ingin membawa Charon ke suatu tempat yang indah.
Setelah tiba di sana, Charon tak menyangka kalo temannya akan membawa ia ke tempat yang seindah itu, yaitu di taman bunga. Memang selama ini Charon pengen banget ke tempat itu tapi karna selama ini sehabis pulang sekolah selalu harus kemotrapi jadi gak bisa singgah ke taman itu. Di 3600 detik itu, Charon bersama sahabatnya menghabiskan waktu di taman itu. Tiba-tiba darah pun menetes ke bajunya dan ia pun pingsan. Indri, Chaca, Shinta dan Putri segera membawanya ke rumah sakit dan ternyata dokter mengatakan bahwa udah gak ada harapan, Charon telah berpulang ke Rahmatullah. Sontak keadaan saat itu penuh haru. Tak sengaja Putri melihat di meja ada selembar ketas dan ia pun mengambilnya.

Dear Semua,
          Mungkin aku udah gak sanggup lagi buat hidup lebih lama lagi. Mungkin Allah telah menakdirkan kalo hidupku berakhir sampai di umurku yang ke-17 tahun aja kali ya. Aku mengucapkan beribu-ribu terima kasih buat Mama dan Papa yang selama ini udah setia dan tak pernah lelah merawat aku. Satu kata yang dari dulu ingin ku sampaikan pada kalian, “Ma, Pa, aku sayang kalian melebihi diriku sendiri. Jangan sedih bila aku tak ada lagi mengisi hari-hari di Istana kalian karna aku selalu akan tetap berada di hati kalian.”
            Buat sahabatku, Indri, Chaca, Shinta dan Putri, maaf kalo selama ini aku gak pernah kasi tau ke kalian tentang penyakit aku ini. Aku hanya gak mau membuat kalian sedih. Satu hal yang ingin aku bilang sama kalian “ jangan pernah lagi terpisah gara-gara hanya satu persoalan saja. Sering-seringlah berkomunikasi. Aku sayang banget sama kalian.”

Tertanda Charon

             Semua menangis membaca surat itu. Itulah kata-kata terakhir yang Charon buat untuk semua yang telah menyayanginya sebelum akhirnya ia pergi untuk selama-lamanya.