Kali ini saya ingin menulis sesuatu yang beda, terinspirasi oleh perasaan seseorang yang langka di mata saya, langka karena diusianya yang baru seperempat abad dia mampu melepaskan manis dan nikmatnya dunia, langka karena akhirat menjadi tujuannya di mana teman-teman seusianya sedang sibuk pacaran, cari calon suami, dan yang ia lakukan adalah mengesampingkan cinta seorang jejaka karena Allah, langka tapi nyata. J
I have to leave him for the sake of Allah,
begitu katanya, bukan karena tidak mencintai sang jejaka, atau menolak
kehadiran cinta yang begitu indah di hati tapi semata mata karena sang gadis takut
cintanya kepada Allah terganggu hingga memberi ruang kepada cinta selain Allah.
Kemudian
teringat ucapan teman saya yang lain “Sin, aku mau
mencintai perempuan yang solehah yang bisa mendekatkanku kepada Allah” jujur saya tidak setuju dengan pernyataan ini, karena buat saya
mendekat kepada Allah itu hak kita yang paling utama, persoalan
apakah kemudian kita akan diberi pasangan yang soleh atau tidak itu mutlak
hak Allah, karena jika kita sudah memperolah cinta Allah maka pastilah Allah
akan menitipkan kita pada kekasihnya yang lain, perempuan yang
baik untuk lelaki yang baik dan sebaliknya, itu janji Allah dan Allah
tidak pernah ingkar janji.
Jadi jangan dibalik seperti teman saya,
cari perempuan dulu untuk mendekati Allah makanya gak dapat-dapat dan mau
sampai kapan begitu? perempuan gak dapat, Allah pun semakin jauh, yang benar
adalah cari Allah dulu, dan jikapun cinta seseorang itu hadir, tanyakan
lagi dan pulangkan kepada Allah untuk mengukur apakah cinta Allah yang
didahulukan atau sebaliknya, jangan takut kehilangan.
Seperti
pepatah yang pernah saya baca berbunyi “Semakin Zulaika mengejar cinta nabi Yusuf,
maka Allah semakin menjauhkannya dengan nabi Yusuf As. Demikian sebaliknya,
semakin Zulaika mengejar cinta Allah, maka Allah pula yang semakin
mendekatkannya kepada nabi Yusuf As.
Pastinya
kamu bertanya-tanya, “namamukah yang tertulis di lauh mahfuz sana sebagai
jodohku?” belum tentu, “engkaukah yang akan menemaniku di
titian jalan menuju syurga? dirimukah yang akan melengkapkan separuh dari
agamaku?” jawaban dari pertanyaan ini ada pada ALLAH, bukan dihati kita
atau hati orang tersebut. Dan jika dia tercipta bukan untuk kita, haruskah kita
marah kepada Allah, tentu tidak jika luka kita kembalikan
kepada pemilik cinta, dariNYA cinta berasal dan kembali pada-Nya.
“Apakah
ketampanan atau kecantikan yang Allah berikan menghias wajahnya ini diciptakan Allah
untuk seseorang?” tolong jawab!! Dan bisa dipastikan dia takkan
pernah dapat memberi jawaban “apakah seseorang tercipta untuk kita”
karena jawabannya bukan di tangan seseorang, tetapi di tangan Allah.
Tahukah
dia, hati kita gelisah memikirkan dia, takut kehilangannya,
terbayang betapa beratnya ketika dia tiada, menjalani hari hari tanpa sms
darinya, melewati waktu tanpa mendengar suaranya, tak ada lagi gelak tawa
canda dan nasehat yang kerap hadir di perbincangan di malam nan syahdu,
tak ada lagi yang akan menanyakan apakah kita sehat hari ini, sudah makankah kita,
sudah bayar zakat, sudah shalat tepat pada waktunya bahkan menjadi alarm kita
mengingatkan untuk tahajud.
Namun
ketakutan ini mengalahkan ketakutan kita kepada Allah, kita takut Dia murka
karena kita menikmati yang bukan hak kita, takut murka Allah karena
jantung kita yang berdegup kencang telah kita isi dengan bayangan dia yang
bagai hantu mengikuti kita kemanapun kita pergi ada dia dihati kita, padahal
detak jantung ini titipan Allah yang harus kita pertanggungjawabkan.
Jadi jangan
sampai ketakutan kita pada Allah melebihi kegelisahan kita memikirkan
dia. Biarkan saja kita menyendiri terlebih dahulu, bersabar menunggu titipan
dari Allah untuk kita. Menunggu sembari kita juga memperbaiki diri kita menjadi
pribadi yang lebih baik lagi.